Oleh:
Dr. Ainurrofiq Dawam, M.A
Pengantar
Tulisan
berikut ini merupakan suntingan dari Dr. Ainurrofiq, doktor muda dalam bidang
pendidikan Islam dari UIN Yogyakarta. Pria berkacamata tebal ini mencoba
melihat pendidikan Islam dewasa ini dengan mengaitkan pada persoalan moralitas
bangsa. Dr. Ainurrofiq adalah alumnus S.3 UIN Jakarta yang cukup produktif
menulis buku dan memberikan kata pengantar buku yang menelaah tentang
pendidikan dan lain sebagainya.
Tulisan
ini juga menyoroti perjalanan pendidikan Islam di Indonesia, yang sampai saat
ini masih menduduki ranking kurang begitu bagus dibanding negara-negara
lainnya. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan
pada sektor ekonomi menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi
termarjinalkan. Padahal pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah
sebuah keharusan dan keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar,
khususnya bagi bangsa Indonesia sebagaimana dijelaskan secara panjang lebar
dalam buku ini. Pendidikan moral bukan pendidikan ekonomi yang paling penting
bagi bangsa Indonesia. Pendidikan ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan
moral yang kuat hanya akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berpenyakit
kronis. Harapan telah tiba, dengan dinaikannnya anggaran pendidikan (20
persen), sudah siapkah mental para pnegelola pendidikan? Semoga saja.
Indonesia
adalah sebuah negara besar yang memiliki penduduk ratusan juta jiwa. Indonesia
juga adalah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Menurut
sebuah perhitungan manusia Muslim Indonesia adalah jumlah pemeluk agam Islam
terbesar di dunia. Jika dibanding dengan negara-negara Muslim lainnya, maka
penduduk Muslim Indonesia dari segi jumlah tidak ada yang menandingi. Jumlah
yang besar tersebut sebenarnya merupakan sumber daya manusia dan kekuatan yang sangat
besar, bila mampu dioptimalkan peran dan kualitasnya. Jumah yang sangat besar
tersebut juga mampu menjadi kekuatan sumber ekonomi yang luar biasa. Jumlah
yang besar di atas juga akan menjadi kekuatan politik yang cukup signifikan
dalam percaturan nasional.
Namun
realitas membuktikan lain. Jumlah manusia Muslim yang besar tersebut ternyata
tidak mamiliki kekuatan sebagaimana seharusnya yang dimiliki. Jumlah yang
sangat besar di atas belum didukung oleh kualitas dan kekompakan serta
loyalitas manusia Muslim terhadap sesama, agama, dan para fakir miskin yang
sebagian besar (untuk tidak mengatakan semuanya) adalaha kaum Muslimin juga.
Kualitas manusia Muslim belum teroptimalkan secara individual apalagi secara
massal. Kualitas manusia Muslim Indonesia masih berada di tingkat menengah ke
bawah. Memang ada satu atau dua orang yang menonjol, hanya saja kemenonjolan
tersebut tidak mampu menjadi lokomotif bagi rangkaian gerbong manusia Muslim
lainnya. Apalagi bila berbicara tentang kekompakan dan loyalitas terhadap
agama, sesame, dan kaum fakir miskin papa. Sebagian besar dari manusia Muslim
yang ada masih berkutat untuk memperkaya diri, kelompok, dan pengurus partainya
sendiri. Masih sangat sedikit manusia Muslim Indonesia yang berani secara
praktis—bukan hanya orasi belaka—memberikan bantuan dan pemberdayaan secara
tulus ikhlas kepada sesame umat Islam, khususnya para kaum fakir miskin papa.
Paradoksal
fenomena di atas, yakni jumlah manusia Muslim Indonesia yang sangat besar akan
tetapi tidak memiliki kekuatan ideologi, kekuatan politik, kekuatan ekonomi,
kekuatan budaya, dan kekuatan gerakan adalah secara tidak langsung merupakan
dari hasil pola pendidikan Islam selama ini. Pola dan model pendidikan Islam
yang dikembangkan selama ini masih berkutat pada pemberian materi yang tidak
aplikatif dan praktis. Bahkan sebagian besar model dan proses pendidikannya
terkesan asal-asalan atau tidak professional. Selain itu, pendidikan Islam di
Indonesia negara tercinta mulai tereduksi oleh nilai-nilai negative gerakan dan
proyek modernisasi yang kadang-kadang atau secara nyata bertentangan dengan
ajaran Islam itu sendiri.
Pengantar
ini mencoba untuk membErikan gambaran secara global tentang pendidikan Islam
Indonesia saat ini sebagai landasan awal untuk meneropong moralitas bangsa di
masa depan. Moralitas masa depan bangsa menjadi sangat penting untuk
diteropong, karena didasarkan pada asumsi awal sebagian pakar yang berpendapat
bahwa salah satu factor penyebab atau biang keladi terjadi dan berlangsungnya
krisis multidimensional negara Indonesia adalah masalah moralitas bangsa yang
sangat "amburadul" dan tidak "karu-karuan".
Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional: Kilasan
Sejarah Singkat
Pendidikan
Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah,
surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia.
Pendidikan Pendidikan ketiga institusi di atas memiliki nama yang berbeda, akan
tetapi memiliki pemahaman yang sama baiak secara fungsional, substansial,
operasional, dan mekanikal. Secara fungsional trilogi sistem pendidikan
tesrebut dijadikan sebagai wadah untuk menggembleng mental dan moral di samping
wawasan kepada para pemuda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia
yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara. Secara substansial dapat
dikatakan bahwa trilogi sistem pendidikan tersebut merupakan panggilan jiwa
spiritual dan religius dari para tengku, buya, dan kyai yang tidak didasari
oleh motif materiil, akan tetapi murni sebagai pengabdian kepada Allah. Secara
operasioanal trilogi sistem penidikan tersebut muncul dan berkembang dari
masyarakat, bukan sebagai kebijakan, proyek apalagi perintah dari para sultan,
raja, atau penguasa. Secara mekanikal bisa dipahami dari hasil pelacakan
histories bahwa trilogi sistem pendidikan di atas tumbuh secara alamiah dan
memiliki anak-anak cabang yang dari satu induk mengembang ke berbagai lokasi
akan tetapi masih ada iktan yang kuat secara emosional, intelektual, dan
cultural dari induknya.
Sebelum
masuknya penjajah Belanda triilogi sistem pendidikan pribumi tersebut
berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam yang berlangsung
secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan
bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan sesuinya model pendidikan Islam
dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia saat itu. Kehidupan masyarakat
terasa harmonis, selaras, dan tidak saling mendominasi. Hanya saja sejak
masuknya bangsa penjajah baik Spanyol, Portugis, dan Belanda dengan sifat
kerakusan akan kekayaan dan materi yang luar biasa menjadikan masyarakat
Indonesia tercerai berai. Terdapat sebagian masyarakat pribumi yang masih teguh
dengan pendirian dan ajaran yang diperoleh di dayah, surau, dan pesantren ada
juga yang sudah mulai terbuai dengan bujuk rayu para penjajah jahat tersebut.
Sebagian
manusia pribumi yang menerima bujukan dan rayuan penjajah di atas adalah
manusia pribumi yang telah lupa dan memang secara sadar melupakan ajaran yang
mereka peroleh di tempat pendidikannya. Mereka juga terbius dengan iming-iming
kekayaan dari para penjajah yang sangat licik. Kelicikan dan kejahatan para
penjajah memang tidak pernah diungkap oleh para sejarawan. Kelicikan dan
kejahatan penjajah sudah tidak bias diterima manusia normal. Bujukan dan rayuan
yang manis dari para penjajah diarahkan kepada manusia pribumi yang kelihatan
secara moral, kepribadian, praktik keagamaan masih lemah dan rendah. Moralitas
yang rendah, kepribadian yang lemah dan tingkat ketaatan keagamaan minim
merupakan sasaran empuk bagi para penjajah.
Trilogi
sistem pendidikan Islam di atas mulai tergerus bahkan memang sengaja dibatasi
serta dimatikan oleh penjajah. Para penjajah memandang bahwa trilogi sistem
pendidikan Islam tersebut pada dasarnya bukanlah lembaga pendidikan akan tetapi
hanyalah lembaga agitasi dan provokasi untuk melawana penjajahan. Dengan asumsi
yang demikian, maka menjadi sangat wajar ketika penjajah berusaha untuk
mengkerdilkan atau bahkan mematikannya. Di saat yang bersamaan penjajah
mendirikan sistem pendidikan alam negara penjajah. Di sini telah terjadi
polarisasi lembaga pendidikan yang pada awalnya hanya mengenal pendidikan
tradisional, maka pada masa penajajahan ini mulai muncul sistem pendidikan
modern. Di sinilah cikal-bakal mulai munculnya istilah pendidikan tradisional
dan pendidikan modern. Adanya fragmentasi ini kemudian juga merembet ke
dikotomisasi ilmu pengetahuan yaikni ada ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu agama
dipahami sebagai ilmu-ilmu yang diberikan secara tradisional oleh trilogi
sistem pendidikan Islan sedangkan ilmu umum digunakan untuk menyebut ilmu-ilmu
yang diberikan oleh lembaga pendidikan modern, dalam hal ini sekolah-sekolah
yang didirikan para penjajah. Adanya persaingan yang tidak seimbang antara kaum
penjajah dan penduduk asli, maka sebagian besar manusia Indonesia mulai
mengalami perubahan dalam kehidupannya.
Mulai
saat ini pulalah manusia Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan
baik dalam aspek ideologi, ekonomi, politik, maupun moralitas. Dalam aspek
ideologi manusia pribumi mulai ada yang bergeser dari ideologi
spiritualisme-religius ke ideologi materialisme-kapitalisme. Ideologi
materialisme-kapitalisme adalah ideologi yang lebih mementingkan kekayaan
materi dan kekayaan tersebut digunakan untuk dirinya sendiri. Kekayaan yang
diperoleh dengan cara memeras dan menyiksa para fakir miskin adalah sebuah
perilaku para pengkiut ideilogi ini. Dalam aspek ekonomi juga mulai bergeser
dari hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya mengarah ke
orientasi untuk menguasi selutuh kekayaan yang ada, sehingga kekayaan tesrebut
hanya untuk dirinya sendiri. Hal ini memang merupoakan konskuensi logis dari
pergeseran ideologi di atas. Karena secara teoritis dan praktis antara ideologi
dan perilaku ekonomi akan memiliki kesejajaran dan kesinambungan. Dalam aspek
politik kehidupan masyarakat bergeser dari sekedar menjadikannya sebagai sarana
untuk menmgembangkan ajaran dan moralitas masyarakat bergeser menjadi sebagai
sarana untuk menguasai masyarakat baik secara cultural maupun truktural. Inilah
yang belakangan menyebabkan munculnya kekayaan structural dan kemiskinan
structural. Yaitu kondisi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat dimana yang
kaya semakin kayak arena menguasai seluruh akses kekayaan, sedangkan yang
miskin semakin miskin karena memang telah direbut seluruh aksesnya oleh orang
yang kaya.
Dalam
aspek moralitas pergeseran terjadi pada pandangan masyarakat tentang konsep
moralitas itu sendiri. Moralitas di sini dipahami sebagai konsep tentang moral
atau kebaikan atau baiknya sesuatu yang telah dikonstruksi oleh masyarakat.
Ketika penajajh yang berkuasa di Indonesia, maka konsepsi tentang moral harus
mengikuti konstruksi masyarakat penajajah. Sedangkjan sebagaimana dijelaskan di
depan bahwa ideologi para penjajah adalah materialisme-kapitalis, maka sesuatu
atau seseorang dianggap baik dan bermoral ketika sesuatu itu bermanfaat dan
berguna secara materiil. Seseorang dikatakan kurang moralitas dan nilainya di
hadapan masyarakat ketika seseorang itu tidak mampu memberikan manfaat dan
kegunaan secara materiil. Orang yang dianggap berhasil dan bermoralk adalah
sewseorang yang telah memiliki jabatan, kekayaan, dan harta l;ebih dari orang
tuanya. Demikianlah pergesaran yang terjadi sebagai akibat terjadinya
penjajahan di Indonesia.
Pada
masa penjajahan Jepang --yang merupakan Saudara Tua (karena sama-sama di benu
Asia dengan Indonesia)—pendidikan tradisional mulai mendapatkan angin kemajuan.
Namun, semua itu tidak ada artinya karena memang penjajahan Belanda sebagai
salah satu bangsa Barat atau lebih dikenal dengan bangsa Barat telah
menancapkan ideologi, politk, ekonomi, budaya, dan moralitas kepada masyarakat
pribumi, maka angina segar tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal.
Dengan demikian pendidikan tradisional menjadi sangat sulit untuk kemabli lagi
ke posisi semual, yakni sebelum adanya penjajahan bangsa Barat.
Memasuki
masa kemerdekaan pendidikan Islam masih terus berkutat dengan sistem pendidikan
modern (peninggalan Belanda). Sistem pendidikan ini dipelopori oleh para tokoh
pendidikan yang telah mengenyam sistem pendidikan Belanda atau Barat. Oleh
karena itu, menjadi sangat masuk akal ketika sistem pendidikan nasional
Indonesia berkiblat kepada sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan yang
berkiblat pada sistem pendidikan Barat secara praktis dan teoritis berbeda
dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Dari sinilah kemudian terjadi
pemisahan antara pendidikan tradisional yang dalam hal ini bias
direpresentasikan oleh pendidikan Islam dan pendidikan modern yang dalam hal
ini bias direpresentasikan oleh pendidikan nasional. Kedua asistem pendidikan
ini merupakana sebuah hasil kompromi para funding father negeri ini.
Kompromi
yang diambil para funding father negeri ini adalah bahwa pengabaian sistem
pendidikan Islam tradisional akan sangat menyakitkan umat Islam. Mengingat jasa
dan pengorbanan para ulama dan santri dari trilogi sistem pendidikan Islam
tersebut di atas. Pertimbangan lainnya adalah agar umat Islam memiliki lembaga
pendidkkan khusus, sehingga mayoritas penduduk Indonesia tidak mengalami
kekecewaan yang luar biasa kepada pemerintah. Oleh karena itu, pada masa
kemerdekaan tepatnya pada 3 Januari 1946 didirikanlah Departemen Agama yang
mengurusi urusdan umat Islam. Meskipun pada dasarnya Departemen Agama ini
mengurusi keperluan seluruh umat beragama di Indonesia, namun melihat latar
belakang pendiriannya jelas untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat
Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini.
Dalam
masalah pendidikan, kepentingan dan keinginan umat Islam juga ditampung di
Departemen ini. Namun sangat disayangkan perhatian para pemimpin negeri ini
kurang begitu besar terhadap pendidikan Islam di bawah naungan Depag ini. Hal
ini terbukti dengan anggaran yang sangat berbeda dengan saudar mudanya yaitu
pendidikan nasional. Perbedaan perhatian dengan wujud kesenjangan anggaran ini
kemudian menyebabkan munculnya perbedaan kualitas pendidikan yang berbeda. Di
satu sisi lembaga-lembaga pendidikan yang di bawah departemen pendidikan
nasional mengalami perkembangan cukup pesat sementara pendidikan Islam yang
berada di bawah payung Departemen Agama “terseok-seok” dalam mengikuti
perkembangan zaman.
Sampai
pada pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru pemisahan sistem dan pengelolaan
pendidikan nasional dan pendidikan Islam masih dipertahankan. Artinya adalah
bahwa pengelolaan pendidikan Islam masih mengalami nasib yang tidak bagus
dibanding dengan saudara mudanya, pendidikan nasional. Walaupun secara
substansial kedua sistem pendidikan tersebut oleh pemerintah Indonesia sendiri
juga mengalami nasib yang sama buruknya, yaitu rendahnya anggaran pendidikan
bila dibanding dengan negara-negara berkembang lain apalagi dibanding dengan
negara-negara maju.
Demikianlah
nasib perjalanan pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini masih menduduki
ranngking kurang begitu bagus dibanding negara-negara lainnya. Kurangnya
perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan pada sector ekonomi
menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi termarjinalkan. Padahal
pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah sebuah keharusan dan
keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar, khususnya bagi bangsa
Indonesia sebagaimana dijelaskan secara panjang lebar dalam buku ini.
Pendidikan moral bukan pendidikan ekonomi yang paling penting bagi bangsa
Indonesia. Pendidikan ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan moral yang kuat
hanya akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berpenyakit kronis.
Pendidikan Indonesia Kini: Materialisasi Pendidikan
Pendidikan
Indonesia saat ini merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah
Indonesia selama ini. Mulai dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Orde
Reformasi. Pendidikan Indonesia masih mementingkan pendidikan yang bersifat dan
berideologi materilisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini
memnmag secara teoritis tidask nampak, akan tetapi secara praktis merupakan
realitas yang tidak dapat dibantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan
semua bernilai materi telah merunyak di segala sendi sistem pendidikan
Indonesia, termasuk pendidikan Islam. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya
dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan
tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah
mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses
pendidikan tersebut.
Dalam
masalah kurikulum pendidikan misalnya diarahkan kepada kurikulum yang
memberikan bekal kepada peserta didik untuk mampu mendapatkan pekerjaan yang
menghasilkan pendapatan yang besar. Kurikulum tersebut dibuat sedemikian rupa
dan untuk mengikutinya harus mengeluarkan uang sangat sangat besar. Jika dalam
proses memperolehnya haru mengeluarkan dana yang besar, maka dapat dibayangkan
setelah memperoleh pengetahuan tersebut. Peserta didik yang telah selesai akan
menggunakan pengetahuan tersebut paling untuk mengembalikan modal dan tentu
berupaya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya. Karena memang teori modern
mengatakan bahwa pendidian adalah investasi di masa depan. Investasi dalam
dunia ekonomi dipahami sebagai modal yang akan dipetik keuntungannya di waktu
yang akan datang. Sedangkan prinsip ekonomi yang diajarkan di sekolah menengah
adalah keluarkan modal sedikit mungkin dan hasilkan keuntungan
sebesar-besarnya. Dari sini dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan telah
dijadikan atau telah diselwengkan tujuannya hany auntuk mendapatkan pekerjaan.
Sedangkan untuk menjadikan manusia yang utuh bukan hanya dimarjinalkan, akan
tetapi memang dimatikan karena prinsip ekonomi tidak mengenal nilai-nilai
spiritual, moralitas, kebersamaan.
Dalam
aspek pendidik misalnya banyak sekali praktek dan perilaku penididik yang
menjual nilai untuk mendapatkan uang. Bahkan ada sebagian pendidik yang
menjadikan kewenangannya untuk memberikan nilai kepada peserta didik demi
mendapatkan pendapatan dari peserta didiknya sendiri. Modusnya adalah dengan
memberikan nilai rendah pada program regular, kemudian akan diberikan nilai
agak tinggi atau bahkan tinggi pada program khusus dimana peserta didik jug
amembayar dengan biaya khusus. Praktik dan moud operansi yang demikian ini
bukan hanya menjadi realitas, akan tetapoi sudah menjadi penyakit kronis dalam
dunia pendidikan, bahkan pendidikan Islam sendiri. Praktik yang demikian akan
menjadi hilang ketika nilai-nilai moralitas benar-benar terpancar dalam sistem
pendidikan. Nilai-nilai moralitas yang diberikan kepada peserta didik selama
ini hanyalah teori-teori yang tidak pernah dibuktikan dalam praktik kehidupan.
Meskipun itu dalam praktik pendidikan itu sendiri. Praktik pelanggaran
moralitas tinggi justru sudah diajarkan oleh para pendidik kepada peserta didik
dengan berbagai praktik dan modus operandi dalam proses pengajaran dan ujian,
salah satunya adalah modus di atas.
Aspek
peserta didik merupakan korban dari sistem dan proses pendidikan yang ada. Jika
sistem pendidikan nssional maupun pendidikan Islam telah mengalkami reduksi
makna dari pendidikan menjadi sekedar penyampaian pengetahuan (transfer of
knowledges), maka pada saat itulah peserta didik telahg diberi pelajaran yang
sangat luar biasa pengaruhnya dalam kehidupannya kelak. Peserta didik yang
sudah berpoengalaman, misalnya mahasiswa S1 atau S2 dan bahkan S3 yang telah
memahmi praktik-praktik demikian ini dan tidak mau memperhjatikan nilai-nilai moralitas
akan melakukan praktik-praktik asal bias lulus dan selesai. Bahkan ada yang
lebih tragis lagi yaitu asal dapat gelar, sehingga muncul pasar gelar di
Indonesia yang beberapa tahun sebelum ini sangat marak dijajakan baik lewat
media massa maupun media elektronik. Jual beli nilai, jual beli gelar, dan jual
beli karya ilmiah adalah satu hal yang menunjukkan betapa rendah mental dan
moralitas para peserta didik. Fenomena di atas merupakan realitas yang terjadi
dalam dunia pendidikan yang ideologinya telah mengarah kepada ideologi
materiliasme-kapitalis.
Materialisasi
aspek manajemen pendidikan dapaty dilihat pada praktik munculnya kebanggaan
semua pihak baik pengelola, pendidik, peserta didik, dan wali akan megahnya
gedung dan kampus dimana mereka berada dan ikut andil di dalamnya. Kemagahan
gedung kampus dan seklolah menjadi tolok ukur majunya sebuah lembaga
pendidikan. Jika orientasi kemegahan gedung kampus dan sekolah menjadi ukuran
kemajuan sebuah pendidikan, maka dapat dibayangkan orientasi pendidikannya.
Orientasi manajemen pendidikannya adalah pada kemegahan gedung secara fisikla,
sementara kemegahan spsirtual dan moral;itasa termarjinalkan atau bahkan sama
sekali ditiadakan. Semua pihak yang ada di dalamnya akan merasa bangga dan
menganggap orang lain yang tidak berada di situ sebagai masyarakat pendidikan
kelas rendah. Manajemen pendidikan yang hanya mengarah pada kemegahan gewdung
kampus pada gilirannya akan ditundukkan atau dikalahkan oleh insitusi
pendidikan lainnya yang memiliki modal yang luar biasa besarnya. Jadin pada
dasarnya lembaga pendidikan atau dengan kata lain manajemen pendidikannya
dimaksudkjan untuk berkompetisi. Dan kompetisi inilah yang menjadi darah dan
energi bagi penyelenggaraan pendidikannya. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan
hanya diukur dengan megahnya gedung, mahalnya SPP, banyaknya peminat, dan
alumninya banyak yang menduduki jabatan tinggi. Inilah manajemen pendidikan di
Indonesia saat ini.
Materialisasi
pada aspek lingkungan pendidikan merupakan fenomena yang sangat jelas.
Lingkungan pendidikan di sini dipahami sebagai masyarakat yang berada di
sekitar pendidikan atau dengan kata lain adalah masyarakat Indonesia sendiri.
Masyarakat Indonesia sejak memasuki era modernisasi telah mengalami pergeseran
yang luar biasa. Pergeseran tersebut mencakup pergeseran orientasi kehidupan,
pergeseran budaya, pergeseran gaya hidup, pergeseran pandangan hidup,
pergeseran pertilaku politik, pergeseran perilaku ekonomi, dan pergeseran
terhadap ajaran agama. Pergeseran-pergeseran tersebut jmuarany adalah
disebabkan oleh adanya modernisasi yang terus "dibombardirkan" kepada
masyarakat, baik melalui jalur pendidikan, jalur media massa, dan jalur
birokrasi. Modernisasi pada intinya adalah upaya rasionalisasi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, dari yang pada mulanya kental akan nuansa religius,
nuansa sakralitas, dan nuansa spiritual bahkan nuansa transendental menjadi
tidak bernuansa sama sekali kecuali nuansa rasionalitas, nuansa obyektivitas,
dan nuansa realitas-empiris. Massyarakat yang telah bergeser pandangan hidupnya
menjadi sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadikan danmenganggap
pendidikan sebasgai investasi dan ketika selesai akan mendapatkan keuntungan
lebih besar adalah sangat wajar. Semu aini pada dasarnya adalha materialsasi
lingkungan pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam.
Materialisasi
tujuan pendidikan merupakan landasan awal bagi proses materialisasi seluruh
aspek di atas. Tujuan di manapun dia berada merupakan muara akhir dari semua
proses yang ada sebelumnya, termasuk di sini adalah dslam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan yang dimaterialisasikan adalah upaya mencapai tujuan
pendidikan nasioanl maupun pendidikan Islam dengan asumsi dapat diukur secara
kuantitatif dan dapat diliuhat jhasilnya secara nyata. Tujuan-tujuan pendidikan
yang telah mengalami materialisasi dapat dilihat pada tujuan para pendidik.
Misalnya, berapa alumni yang telah menjadi dokter, berapa ayang telah menjadi
pengacara, berapa yang telah menjadi pejabat tinggi, berapa alumni yang telag
menjadi dewan. Dengan melihat jumlah alumni yang telah menduduki ajabatan
apapun akan dapat dipredikisikan penghasilan mereka. Setelah diketahui
pendapatan par alaumni, maka dapat diketahui pal keberjhasilan sebuah lemabag
pendidikan. Sangat jarang atau bahkan tidak ada berapa alumnsi yang telah
menjadi manusia bermoral, berapa alumni yang telah memnebriak kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya persaudaraan, berapa alumni yang telah mampu
memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat tanpa pamrih apapun, berapa
alumni yang telah benar-benar melaksanakan tujuan pendidkannya yaitu menjadi
manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya di sini berarti secara jamsani dan ruhani,
secara material dan spiritual, dan secara fisik dan mental, serta secara intelektual
dan moral telah terjadi keseimbangan yang nyata. Jarang sekali atau bahkan
tidak ada sensus keberhasilan pendidikan yang mengukur kesuskesannya dengan
ranah yang demikian ini.
Pendidikan Moral atau Akhlak: Membangun Landasan Budaya
Pendidikan
Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas
tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari
keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang
berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal
saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan
dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan
dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam
al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang
beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal
saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan
seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah
yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki
pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik,
terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Dalam
pendidikan Islam proses penghayatan dengan sebenarnya terhadap moralitas
menjadi tolok ukur keberhasilan. Memahami moralitas belum tentu secara otomatis
menghayatinya. Pemahaman terhadap moralitas berarti bahwa segala sesuatu tentang
moralitas sudah jelas baik dan pentingnya untuk dimiliki setiap peserta didik.
Namun pemahaman tersebut barulah terjadi dalam pikiran, belum tentu meresap ke
dalam hati dan perasaan. Berapa banyak hal yang baik diketahui kebaikan dan
manfaatnya bagi kehidupan akan tetapi semua orang condong untuk tidak
menjadikannya sebagai pegangan atau pedoman dalam hidupnya. Sebaliknya semua
orang tahu dan menyadari bahwa sifat buruk itu tidak baik akan tetapi tidak
semua orang mau menghindari atau meninggalkannya. Masalahnya terletak pada
penghayatan terhadap hal-hal yang baik tersebut.
Menghayati
sesuatu berarti menjadikannya bagian dari kepribadiannya, menyatu, dan tidak
terpisahkan lagi. Jadi menghayati moralitas berarti semua bentuk moralitas yang
telah diketahui itu masuk menjadi bagian dari pribadi dan tidak terpisahkan
lagi. Akibat selanjutnya adalah pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap
akan dipengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati itu.
Masalah
penghayatan bukanlah sederhana terutama bagi orang dewasa di mana pertumbuhan
kepribadiannya telah selesai pada usia 20 atau 21 tahun. Penghayatan adalah
proses kejiwaan atau proses pendidikan. Dikatakan proses kejiwaan artinya dalam
mengubah kepribadian yang telah terbentuk menjadi kepribadian baru. Proses
tersebut dalam ilmu jiwa dinamakan proses mengulang kembali pembentukan
kepribadian (reconstruction of personality).
Proses
kejiwaan yang demikian itu tidak mudah, harus dilakukan dengan usaha dan secara
sadar. Di antaranya dengan pemahaman bahwa unsur-unsur baru itu ternyata dan
terbukti baik serta diperlukan oleh yang bersangkutan. Perlu pula diketahui
bahwa kepribadian yang telah terbentuk itu tercakup di dalamnya semua
pengalaman akhir masa remaja kira-kira pada usia 20 tahun. Semua pengalaman tersebut
ada yang hilang atau terlupa. Oleh karena itu, unsur-unsur baru yang akan
dimasukkan ke dalam pribadi yang telah terbentuk harus cukup banyak agar dapat
menetralisir yang sudah ada, sehingga berubah menjadi kepribadian bentuk baru.
Pengalaman yang berkaitan dengan unsur baru itu harus banyak pula, agar
perubahan tersebut mantap dan dapat mengubah tindakan yang terjadi akibat
perubahan pribadi tersebut.
Dalam
rangka penghayatan moralitas yang sudah dipahami memerlukan adanya
pengalaman-penagalaman lewat penerapan dalam berbagai keadaan dan kesempatan.
Pengalaman itu akan membawa kepuasan dan kegembiraan yang berhasil dicapai
dalam pergaulan dari reaksi orang yang berhubungan dengannya. Semakin banyak
pengalaman yang menyenangkan tersebut dan semakin diterimanya unsur baru
(moralitas) tersebut, maka semakin banyak pula dorongan untuk meningkatkan
pengalaman yang telah berhasil itu. Di samping itu juga akan muncul dorongan
untuk mengamalkan dan menerapkan berbagai macam moralitas lainnya. Akhirnya
terjadilah penyatuan (internalisasi) moralitas ke dalam pribadi yang tidak
dapat dipisahkan lagi.
Moralitas
tersebut perlu penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan moralitas yang
tinggi bagi pndidik amat penting sebab penampilan, perkataan, akhlak, dan
segala apa yang terdapat padanya dilihat, didengar, dan diketahui oleh peserta
didik. Hal ini semua akan mereka serap dan tiru, dan lebih jauh akan mempengaruhi
pembentukan dan pembinaan akhlak mereka. Oleh karena itu, seyogyanya setiap
pendidik menyadari bahwa peranan dan pengaruhnya terhadap anak didik amat
penting. Jika pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan yang
terjadi tidak hanya pada anak itu saja, melainkan mempengaruhi anak cucu dan
keturunannya serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik.
Setelah
pemahaman dan penghayatan akhlak mulia, maka selanjutnya perlu usaha yang
sungguh-sungguh untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
disebabkan perubahan kepribadian dan masuknya moralitas ke dalam konstruksi
kepribadian tidak akan terjadi secara langsung pada perilaku dan sikap. Apabila
seseorang telah memiliki kebiasaan tertentu dalam menghadapi sesuatu, maka perilaku
atau tindakan yang telah menjadi kebiasaan itu segera terjadi ketika seseorang
menghadapi hal yang sama. Semua proses ini yang paling strategis adalah memalui
pendidikan, dalam konteks Indonesia adalah pendidikan nasional dan pendidikan
Islam.
Pada
dasarnya kebiasaan itu memudahkan orang hidup. Perkataan, perbuatan, gerakan,
tangkah laku yang telah menjadi kebiasaan seringkali terjadi tanpa pikiran,
seolah-olah semua itu terjadi secara otomatis. Karena itulah, maka moralitas
yang belum menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari perlu diingat dan
diusahakan penerapannya setiap saat agar menjadi kebiasaan. Menghentikan
kebiasaan lama dan menggantinya dengan kebiasaan baru memerlukan pengorbanan
dan usaha karena menumbuhkan kebiasaan baru itu membutuhkan pemikiran,
kesadaran, dan kesengajaan. Di lain pihak kebiasaan lama sering terjadi tanpa
proses pengolahan dalam pikiran dan mudah menyelesaikan masalah. Oleh karena
itu, kemampuan menerapkan moralitas perlu dibina dan diusahakan dengan
sungguh-sungguh.
Demikian
pula halnya dengan berbagai kelakuan yang bertentangan dengan moralitas baik
dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun berbangsa. Untuk membantu
menghentikannya dalam Islam secara tegas ada hukum dan ketentuan yang melarang
perbuatan yang tercela (madzmumah) dengan hukum haram. Orang tidak dengan
sendirinya berhenti dari perbuatan salah atau dosa yang telah terbiasa
dilakukannya setelah memahami dan menghayati bahwa perbuatan tersebut dilarang
Allah dan diancam dengan siksaan bagi yang melakukannya. Dia perlu berusaha
menghentikannya dengan perjuangan melawan kebiasaan buruk itu dan memohon ampun
kepada Allah atas segala kesalahan tersebut serta berdoa kepada Allah agar
diberi-Nya kekuatan untuk melawan dorongan yang buruk tersebut.
Upaya penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan nasional dan pendidikan Islam baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga metode yang dapat digunakan adalah peneladanan, sebab segala aktivitas orang tua akan menjadi panutan bagi putera-puterinya. Ketika di sekolah, guru di samping menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau tanya jawab, juga perlu memberikan teladan yang baik. Sedangkan di dalam masyarakat pendidikan akhlak ini dapat dilakukan dengan metode nasehat dan peneladanan, terutama dari para tokoh dan pemimpin masyarakat.
Upaya penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan nasional dan pendidikan Islam baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga metode yang dapat digunakan adalah peneladanan, sebab segala aktivitas orang tua akan menjadi panutan bagi putera-puterinya. Ketika di sekolah, guru di samping menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau tanya jawab, juga perlu memberikan teladan yang baik. Sedangkan di dalam masyarakat pendidikan akhlak ini dapat dilakukan dengan metode nasehat dan peneladanan, terutama dari para tokoh dan pemimpin masyarakat.
Pendidikan
moral dan akhlak menduduki posisi yang sangat penting dalam percaturan
pendidikan di Indonesia, bahkan bukan hanya dalam aspek pendidikan saja,
melainkan juga bidan g kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan ideologi.
Arti penting dari pendidikan moral atau akhlak dapat dilihat dari hasil
pendidiikanm yang sampai saat ini berlkansgung. Banyka pemimpion negara yang
lupa akan penderitaan takyat, hanya memewntingkan diri dan kelompoknya,
menindas kaum melarat dan kalah serta tunduk kepada pemilik modal besar
(konglomerat., Bangsa Indeonsai akan terus mengalami kemerosotan ekonomi,
politik, dan budaya, ketika pendidikan moral dan akhlak sudah dijadikan sebagai
landasan awal pendidikan nasional. Namun, semua ini tergantung pada political
will para pemimpin negeri ini (Presiden dan DPR atau ekskutif dan legislatrif))
Pendidikan Terpadu: Sebuah Tawaran
Pendidikan
di Indonesia dari dulu sampai saat ini masih terkesan atau jelas-jelas berjalan
secara parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari
pemerintah. Parsialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan
yang berlindung atau didirikan oleh beberapa departemen, misalnya Departemen
Pertahanan memiliki Akabri, Akpol dan sebagainya; Departemen Agama memiliki
lembaga pendidikan agama, Departemen Keuangan memiliki lembaga pendidikan STAN,
Departemen Dalam Negeri memiliki lembaga pendidikan APMD dan sebagainya. Dasar
pemikiran pendirian tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya
manusia masing-masing departemen, namun ada analisis lain yaitu sebagai lahan
untuk mendapat anggaran lebih besar. Karena lembaga-lembaga pendidikan di
masing-masing departemen merupakan sumber proposal proyek yang sangat
strategis.
Implikasi
dari parsialisasi dan terkesan miskordinasi sistem pendidikan nasional tersebut
menyebabkan munculnya bibit-bibit egoisme masing-masing departemen. Kordinasi
yang seharusnya menjadi salah satu strategi yang sangat penting menjadi
terpental dengan parsialisasi tersebut. Oleh karena itu, barangkali layak
dikemukakan di sini dilontarkan adanya ide Pendidikan Nasional Terpadu. Modus
operandinya adalah dihilangkannya masing-masing lembaga pendidikan di
departemen yang berbeda kemudian dijadikan menjadi satu payung. Namun
sebelumnya harus dilakukan kesepakatan bersama secara mantap bahwa payung
tersebut harus tetap mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masing-masing
departemen. Konsep pendidikan yang demikian mungkin bisa disebut pendidikan
terpadu.
Lontaran
ide tentang pendidikan nasional terpadu ini didasarkan pada beberapa pemikiran:
- Pendidikan nasional selama ini tidak pernah bersahabat dengan dunia industri. Dunia industri seakan-akan berada di luar dunia pendidikan nasional. Padahal dunia industri dan pendidikan adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Industri di sini mencakup seluruh jenis industri misalnya industri pertanian, industri kehutanan, industri kesehatan, industri olah raga, industri pendidikan, industri kelautan, industri komunikasi, industri transportasi, industri informasi, industri militer dan intelijen, industri budaya, industri arsitektur, industri keuangan, industri entertainment, industri hukum, industri media massa dan sebagainya. Simbiosis mutalisme di atas merupakan satu-satunya sarana yang paling strategis bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan adanya simbiosis mutualisme inilah yang kemudian memunculkkan konsep pendidikan nasional terpadu. Artinya segala kebutuhan kehidupan manusia Indonesia diupayakan dipenuhi dengan membuat penelitian yang kemudian memproduksinya. Semua ini dilakukan oleh putera-puteri Indonesia betapapun buruknya kualitas bila hal itu adalah produk dalam negeri harus dihormati dan harus dikembangkan oleh pendidikan yang ada dengan penelitian yang intensif. Atau dengan kata lain bahwa hasil penelitian yang dilakukan dan ditemukan oleh ilmuwan Indonesia harus direspons dan didukung sepenuhnya oleh dunia industri. Bukan hanya menerima jadi dari luar negeri, karena betatapun bagusnya produk luar negeri lambat laun akan menyengsarakan dan memiskinkan masyarakat Indonesia sendiri.
- Pendidikan nasional selama ini tidak pernah bersahabat dengan dunia industri. Dunia industri seakan-akan berada di luar dunia pendidikan nasional. Padahal dunia industri dan pendidikan adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Industri di sini mencakup seluruh jenis industri misalnya industri pertanian, industri kehutanan, industri kesehatan, industri olah raga, industri pendidikan, industri kelautan, industri komunikasi, industri transportasi, industri informasi, industri militer dan intelijen, industri budaya, industri arsitektur, industri keuangan, industri entertainment, industri hukum, industri media massa dan sebagainya. Simbiosis mutalisme di atas merupakan satu-satunya sarana yang paling strategis bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan adanya simbiosis mutualisme inilah yang kemudian memunculkkan konsep pendidikan nasional terpadu. Artinya segala kebutuhan kehidupan manusia Indonesia diupayakan dipenuhi dengan membuat penelitian yang kemudian memproduksinya. Semua ini dilakukan oleh putera-puteri Indonesia betapapun buruknya kualitas bila hal itu adalah produk dalam negeri harus dihormati dan harus dikembangkan oleh pendidikan yang ada dengan penelitian yang intensif. Atau dengan kata lain bahwa hasil penelitian yang dilakukan dan ditemukan oleh ilmuwan Indonesia harus direspons dan didukung sepenuhnya oleh dunia industri. Bukan hanya menerima jadi dari luar negeri, karena betatapun bagusnya produk luar negeri lambat laun akan menyengsarakan dan memiskinkan masyarakat Indonesia sendiri.
-
Pendidikan nasional selama ini tidak memiliki visi yang jelas tentang
pemberdayaan manusia Indonesia sendiri. Memang hal ini tergantrung pada sistem
politik dan kebijakan pendidikan pemerintah, selama pemerintah lebih
menitikberatkan pada pemanfaatan dan pengagung-agungan produki impor maka
produksi dalam negeri akan terus mengalami kemerosotan atau bahkan mati sama
sekali. Politkk ekonomi pemerintah selama ini tidak sejalan dengan politik
pendidikannya, politkk pendidikannya juga tidak sesuai dengan politik
budayanya, demkkian juga politik budayanya tidak sesuai dengan politik
ideologinya. Atau dengan kata lain antara politik yang satu dengan politik yang
laan tidak ada yang sejalan, seirama, dan senafas. Misalnya dari segi ideologi,
nasionalisme adalah ideologi yang paling dominan, namun ketika berada dalam
politik ekonomi dan politik militer berbeda karena lebih mementingkan
kepentingan luar negerei dalam arti menggunakan teori-teoiri Barat dan
persenjataan impor. Ini jelas menunjukkan tidak adanya keselarasan dan
kesesusaian antara politik ideololgi dan poliitk ekonomi maupun militer.
Demikian juga yang terjadi dengan politik pendidikan dan poltiki lainnya tidak
ada yang selaras. Untuk menyelaraskan perlu kiranya digagas politik pendidikan
nasional terpadu yang mencakup dan sejalan dengan politik ideologi, politik
pemerintahan, politik budaya, politik ekonomi, politik hukum, dan
politik-politik lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas visi pendidikan
nasioanl terpadu sebagai upaya untuk keluar dari keterpurtukan
multidimensionala bangsa Indonesia ini.
-
Pendidikan nasional pada dasarnya adalah otak dari sebuah badan besar yakni
negara Indonesia. Jika otak tersebut dipisah-pisah baik energi, potensi maupun
kekuatannya, maka kinerja otak tersebut tidak akan bisa maksimal. Demikian juga
dengan pendidikan nasional bila kekuatan, energi, dan potensinya
dipisah-pisahkan ke masing-masing departemen, maka performance-nya juga tidak
akan bisa mencapai maksimal. Sebagai kekuatan utama dalam pendidikan nasional,
maka pendidikan nasional terpadu ini mencakup seluruh disiplin keilmuan yang
berkembang saat ini. Kinerjanya dapat ditentukan dengan target jangk apendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Namun semua itu tidak boleh melupakan
aspek moralitas yang menjadi kendali utama sistem pendidikan nasional terpadu
ini. Sebab tanp adanya kendali moralitas yang tinggi, maka pemusatan kekuatan,
potensi dan energi akan menjadi sasarn empuk bagi para "tikus-tikus
intelektual" yang tidak mengenal tempat dan waktu itu. Dengan demikian,
pemanfaatan departemen pendidikan sebagai muara satu-satunya seluruh proses
pendidikan nasional menjadi mudah dimonitor. Tentunya semua ini didasarkan pada
legislasi dan hukum yang jelasa dan mantap tidak interpretable dan multi
tafsir.
-
Pendidikan nasional terpadu merupakan ejawantah dari kepercayaan manusia
Indonesia kepada para pengelola pendidikan. Kepercayaan tersebut merupkan modal
yang sangat luar biasa ampuhnya bagi pencurahan perhatian kemajuan dan
peningkatan kualitas pendidikan nasional. Kepercayaan yang saat ini menguap
dari masing-masing pihak merupakan akibat secara tidak langsung dari
terpecahnya konsentrasi pengelola pendidikan nasional. Di satu sisi departemen
ini mengurusi dan bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan nasional,
namun di sisi lain tidak mampu mengakses dan memberikan regulasi yang tegas
terhadap lembaga yang ada di bawah naungannya. Kepercayaan tersebut bisa
dimunculkan kembali jika pemerintah memilki political will yang kuat dan
konsisten terhadap kualitas pendidikan nasional, karena pada dasarnya
pemerintah Indonesia hanya ada satu dan berada di bawah kekuasaan satu presiden
dan satu wakil presiden dengan bekerja sama dengan DPR. Apalagi menghadapi
sistem pemerintahan Indonesai hasil pemilihan umum 2004 ini yang lebih menganut
sistem presidensil, maka peemrintah mnemiliki kekuasaan yang luar biasa dalam
menentukan hitam putih, merah biru, hijau kuningnya pendidikan nasional.
-
Pendidikan terpadu merupakan jawaban intelektual dari persoalan pendidikan yang
semakin lama semakin tidak jelas visi dan arahnya. Dengan konsep pendidikan
nasional terpadu visi pendidikan nasional adalah jelas pemberdayaan manusia
Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan, seluruh sector kehidupan, seluruh
disiplin keilmuan, seluruh lapisan masyarakat, seluruh strata sosial, seluruh
kerangka ajaran agama, seluruh etnis bangsa, seluruh budaya bangsa, seluruh
tradisi local masyarakat, dan seluruh harapana manusia Indonesia. Pendidikan
nasional terpadu artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mengembangkan minat, bakat, potensi, kreativitas, dan keterampilannya
yang kemudian didukung sepenuhnya dan diakui sepenuhnya oleh dunia industri
serta pemerintah dengan aturan hukum yang jelas dan tegas. Pemberdayaan lewat
pendidikan tentunya perlu dilakukan perombakan sistem pendidikan secara
menyeluruh dimana tindakan-tindakan dan praktik-praktik penyelewengan
sebagaiman dikemukakan di sub sebelumnya telah terbabat habis dalam proses
pendidikan nasional. Kualitas alumni bukan hanya dinilai dari keberhasilan
menduduki jabatan akan tetapi dinilai sejauh mana alumni tersebut telah
memberikan sumbangan bagi pemberdayaan masyarakat. Inilah yang barangkali
menjadi idaman manusia Indonesia seutuhnya dan para funding father negara
Indonesia.
Praktik
pendidikan nasional terpadu dapat digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
- Adanya penyatuan payung pendidikan nasioanl dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan. Departemen pendidikan nasioanl yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkiatan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi jga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.
- Adanya penyatuan payung pendidikan nasioanl dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan. Departemen pendidikan nasioanl yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkiatan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi jga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.
-
Pendidikan nasional terpadu secara politik merupakan strategi nasional
pemrintah yang sedang berkuasa dalam rangka meningkatkan kualitas manusia
Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan dalam bentuk apapun dari
negara lain. Berdiri di atas kekuatan, kemampuan, kekayaan, sumber daya alam,
dan keterampilan sendiri adalah visi politik pendidikan nasional terpadu.
Dengan visi ini dimungkinkan adanya kebanggaan bagi para pengelola pendidikan
karena benar-benar diperhatikanb oleh dunia industri lainnya. Politik
pembangunan infrastruktur, suprastruktur, dan superstruktur harus memberdayakan
seluurh lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun
ideologi melalui pendidikan. Dengan menjadikan pendidikan nasional terpadu
sebagai strategi nasional pemerintah, maka sebagai konsekuensi logis,
konsekuensi, administrative, konsekuensi responsibiltas, dan konsekuensi
politik pemerintah harus menyediakan dana naggrana sesuai dengan tuntutan
konstitusi hadil amandemen yang mengamanatkan 25 persen dari total APBN.
Komitmen pengucuran dana sedemikian besar tentunya dibarengi dengan ketatnya
nilai moralitas bangsa sedemikian rupa sehingga para poengelola tidak lupa diri
dengan bergelimangnya dana anggaran poendidikan nasioanl terpadu. Hal ini harus
mulai dirintis dari proses pendidikan tingkat dasar, menengah, dan pendidikan
tinggi. Moralitas bangsa adalah satu-satunya tolok ukur keberhassilan
peningkatan kualitas pendidikan nasional terpadu. Karena dengan moralitas
tinggi, maka kemungkinan bocornya anggaran dana akan dapat diminimalisir.
Harapan ini bukan merupakan ilusi dan obsesi intelektual dan bersifat teoritik
belaka, akan tetapi bila semua pihak memiliki komitmen bahwa siapa yang salah
harus dipecat dan siapa yang jujur harus terus didukung, maka moralitas bangsa
akan menjadi baik dan itu harus dimulai dari sekarang dan melalui jalur politik
pendidikan nasional terpadu.
-
Politik pendidikan dalam rangka pemberdayaan seluruh masyarakat Indonesia dan
penanaman moralitas merupakan sasaran dan tujuan utama pendidikan nasional
terpadu. Moralitas bangsa merupakan landasan spiritual yang tidak mampu dibangun
dalam waktu singkat. Penanaman moralitas bangsa harus dipupuk dan tidak pernah
lengah sebentarpun dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pelakasanaan
proses pendidikandari sejak tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi
harus senantiasa dikawal moralitas peserta didik. Peserta didik yang secara
moral tidak lolos dan memiliki standar moral rendah tidak berhak mengenyam
pendidikan lebih tinggi. Karena semua itu akan sangat merugikan masyarakat
lainnya. Di saat yang sama pemberdayaan seluruh potensi, minat, bakat,
kreativitas, dan keterampilan baik di bidang teknologi, budaya, tradisi, seni,
intelektual, sastra dan sebagaianya haru smendapatkan prioritas utama dalam
pendidikan. Sebagaimana diungkap dio atas semua itu mendapat duiklunganh penuh
dari politik pemerintah yang sedang berkuasa dan dunia industri yang terkait.
Pemerintah terus mengawal kerja sama dan jaringan kerja antara lembaga
pendidikan dengan dunia industri sebagai langkah untuk melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap negara lain. Sebagaimana juga diungkap di atas industri
di sini mencakup industri dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan bangsa.
Barangkali
inilah konsep pendidikan nasional terpadu yang mungkin masih sangat sederhana
dan kurang memadai. Harap dapat dimaklumi karena merupakan gagasan awal sebagai
upaya untuk memberdayakan seluruh masyarakat. Terma seluruh masayarakat menjadi
sangat penting dalam konteks pendidikan nasional terpadu karena model
pendidikan yang sedang berlangung sanpai saat ini ternyata hanya memberdayakan
sebagian kecil anggota masyarakat, khususnya yang memilikii kesempatan dan
kemampuan untuk mengakses ke pusat kekuasaan. Bagi yang tidakl memiliki akses
sama sekali tidak memiliki kesermpatan untuk menikmati keberhasilan pembagunan
pendidikan nasional yang visi politknya tidak jelas.
Ikhtitam
Dari
beberapa tulisan di atas dapat dipahami di sini bahwa pendidikan Islam
merupakan salah satu kekuatan pendidikan nasional. Pendidikan Islam sebagai
kelanjutan dari sistem pendidikan tradisional ternyata mendapat perlakuan yang
tidak sama dengan pendidikan nasional. Untuk itu layak kiranya diapresiasi
adanya gagasan tentang sistem pendidikan nasional terpadu yang bervisi
memberdayakan seluruh lapisan masyarakat dengan politik pendidikan nasional
yang bertujuan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara lain. Dalam
konsep pendidikan nasional terpadu ini anggaran dan moralitas merupakan
pemegang peran utama dalam kesuksesannya. Anggaran besar tanpa moralitas akan
menmunculkan "tikus-tikus intelektual" yang sangat rakus. Pembangunan
moralitas harus terus dilaksanakan dari sejak pendidikan dasar, menengah sampai
perguruan tinggi, bahkan sampai ketika seseorang telah menduduki sebuah jabatan
strategis. Semua ini sebagai upaya untuk meneropong masa depan moralitas
bangsa.
Wa
Allah A'lam bi al-Shawab
Categories: