Oleh : Muhammad Roghibin

" bismillahirrahmanirrahim"
 Q.S. al-baqarah : 201



"Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan diakhirat dan jauhkanlah kami dari siksa neraka"
adalah suatu do'a yang kita minta kepada Allah swt, manifestasi dalam doa ini bahwa bimbingan, arahan, kuasa, kehendak Allah swt semoga menuju kebaikan. kita hidup di dunia membutuhkan petunjuk, arahan yang bisa membimbing agar hidup di dunia ini mengarah pada suatu tujuan. menuju suatu tujuan adalah suatu proses yang mempunyai waktu. dimana dalam menjalani proses ini membutuhkan bekal atau amalan, dan waktu merupakan sesuatu yang berharga untuk mengumpulkan bekal dalam proses menuju suatu tujuan itu.
Rabba(tuhan) dari akar katanya mempunyai arti pembimbing, pendidik dll. sehingga Tuhanlah yang bisa membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia, tiada dzat selain tuhan yang bisa memberi petunjuk dan bimbingan. Tuhan membimbing umat manusia biasanya dengan perantara, adakalnya mengutus seorang rasul dan juga melalui firmannya yang sekarang ini berupa kitab. Tuhan merupakan sumber Ilmu, karena tiada dzat yang bisa membimbing dan mengajar kecuali mempunyai Ilmu. Tuhan itu hanya satu, karena tidak mungkin suatu sumber itu muncul dari dua dzat.
Al-Qur'an dan Al-hadits adalah 2 pedoman dalam menjalini hidup ini, bila kita tidak berpedoman pada keduanya artinya kita salah jalan, sebab apa??,,, yaitu karena Al-qur'an adalah sumber petunjuk yang berupa Firman Tuhan, sedangkan Al-Hadits merupakan sumber petunjuk yang di perlihatkan nyata kepada umat manusia oleh Tuhan dengan cara mengutus seorang mahluq yang dimuliakan Tuhan dan juga seluruh mahluk-Nya.
dari uraian diatas dapat ditarik suatu statmen yang perlu di uraikan dalam pembahasan artikel ini, statmen tersebut akan mengarah pada manifestasi keseimbangan dunia dan ahirat., yaitu
1. Hakikat Tujuan Hidup
Hakikat tujuan hidup manusia adalah menuju kepada Tuhan . Karena Tuhan adalah yang menciptakan kita. Mengenal Tuhan berarti mengenal keagungan diri kita sendiri, mengenal seluruh kekuatan kosmik yang merupakan bagian dalam diri kita sendiri. Jadi jika kita mengatakan sebagian, maka itu juga berarti keseluruhan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku menciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”. (QS. adz-Dzariat 51:56).
sudah jelas bahwa Allah menciptakan manusia tidak lain untuk beribadah, beramal dengan kebaikan, untuk suatu pengabdian dan tanggung jawab dalam menjalani hidup. pengabdian dan tanggung jawab manusia itu adalah untuk menjadi kholifah di muka bumi, dimana manusia harus menjaga diri sendiri dan bumi yang di tempatinya ini.


قال الله تعالى :وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (al- baqarah : 30)

2 . Ibadah
Berasal dari perkataan Arab yang membawa maksud merendah diri, tunduk, patuh, taat, menghina diri dan memperhambakan diri kepada yang lain. Menurut istilah syara': taat, patuh dan merendahkan diri sepenuhnya kepada Allah swt - mengikut peraturan dan suruhan Allah sebagaimana ditetapkan di dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. Kepatuhan ini hendaklah dilakukan secara berterusan setiap masa hingga ke akhir hayat. Ia merangkumi makna ketundukan dan kecintaan kepada Allah swt.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Ubudiyah, “Ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah dari perkataan dan perbuatan baik yang bersifat dhahir ataupun yang batin.”
Itulah ibadah, perbuatan baik yang bersifat dhohir maupun batin, dilaksanakan setiap saat hingga ahir masa. Ibadah adalah hakikat sebenarnya manusia diciptakan di alam semesta ini, sebab dengan ibadah manusia adalah makhluk sempurna, tanpa ibadah manusia adalah mahluk yang hina.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra : Rasulullah Saw pernah bersabda, “perbuatan yang engkau lakukan tidak akan menyelamatkan engkau dari api neraka”, mereka berkata, “bahkan engkau sendiri ya Rasulullah?” Nabi Muhammad Saw bersabda, “bahkan aku sendiri, kecuali Allah melindungiku dengan kasih dan rahmatNya. Oleh karena itu lakukanlah perbuatan baik sepatut mungkin, setulus mungkin, sedapat mungkin dan beribadahlah kepada Allah pada pagi dan sore hari, pada sebagian dari malam hari dan bersikaplah al-qashd (mengambil pertengahan dan melaksanakannnya secara tetap) karena dengan cara itulah kamu akan mencapai (surga)”.
Diriwayatkan dari Aisyah ra : seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, “apakah amal (ibadah) yang paling dicintai Allah?” Nabi Muhammad Saw bersabda,” amal (ibadah) yang dilakukan secara tetap meskipun sedikit”

3. Bekerja
Diriwayatkan dari Al Miqdam ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as. , makan dari hasil kerjanya sendiri” 
Bekerja bagi Islam bukan hanya sekedar mencari uang atau sejenisnya, tapi lebih dari itu. Yakni, mencari karunia Allah yang telah disediakan bagi makhluk-Nya. Dengan demikian, dalam bekerja kita harus mendapatkan ridha-Nya, karena dengan ridha-Nyalah kita bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. 
Jika kita bekerja hanya karena gaji/uang saja, Maka kita pasti akan banyak mengeluh dalam bekerja, Jika kita bekerja hanya karena terpaksa, Maka kita juga hanya akan mendapatkan banyak kekecewaan dalam bekerja. Bekerja bukanlah hanya sekedar bekerja saja, Bekerja adalah "kehormatan" untuk diri kita, Karena kita tidak meminta-minta/mengemis kepada orang lain, Dan bekerja adalah "ibadah" untuk kehidupan kita juga, Karena dengan bekerja, kita tidak lagi menjadi beban bagi orang lain.
Dalam memaknai pekerjaan yang dilakukan, manusia memiliki pemahaman yang beragam dan berbeda-beda. Sekurang-kurangnya, ada empat tingkatan dalam soal ini. 
Pertama, orang yang bekerja untuk hidup (to live), bukan hidup untuk bekerja. Ia memaknai pekerjaannya sekadar mencari sesuap nasi. Motif utama pekerjaannya adalah fisik-material. Ini merupakan fenomena kebanyakan orang ('ammat al-nas). 
Kedua, orang yang bekerja untuk memperkaya perkawanan (to love). Ia memaknai pekerjaannya tak hanya mencari harta, tetapi memperbanyak pergaulan dan pertemanan. Motif utama pekerjaannya adalah relasi-sosial, silaturahim, atau komunikasi antarsesama manusia (interhuman relations).
Ketiga, orang yang bekerja untuk belajar (to learn). Ia memaknai pekerjaannya sebagai wahana mencari ilmu, menambah pengalaman, dan menguji kemampuan. Jadi, berbeda dengan kedua orang sebelumnya, motif utama kerja orang ketiga ini adalah intelektual. 
keempat, orang yang bekerja untuk berbagi kenikmatan dan mewariskan kebaikan sebesar-besarnya kepada orang lain (to leave a legacy). Ia memaknai pekerjaannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Motif utama pekerjaannya adalah rohani (spiritual). Firman Allah, "Dan, aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Al-Dzariyat [51]: 56).
Orang keempat inilah orang terbaik seperti ditunjuk oleh sabda Nabi SAW, "Khair-u al-nas anfa'uhum li al-nas (sebaik-baik manusia adalah orang yang paling besar mendatangkan manfaat bagi orang lain)." (HR Thabrani dari Jabir).
Menurut pengarang kitab Faydh al-Qadir, al-Manawi, manfaat itu bisa diberikan melalui ihsan, yakni kemampuan kita berbagi kebaikan kepada orang lain, baik melalui harta (bi al-mal) maupun kuasa (bi al-jah) yang kita miliki. Warisan kebaikan itu, menurut al-Manawi, bisa berupa sesuatu yang manfaatnya duniawi, seperti donasi dan bantuan material, atau bisa juga berupa sesuatu yang bernilai agama (ukhrawi), seperti ilmu, pemikiran, dan ajaran yang mencerahkan dan membawa manusia kepada kebaikan.
Malahan, menurut al-Manawi, warisan dalam wujud yang kedua ini dianggap lebih mulia dibanding yang pertama. Mengapa? Sebab, yang kedua ini mendatangkan manfaat lebih besar bagi manusia, tak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak.


4. Antara Bekerja dan Ibadah
"Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain"
Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan membawa diri seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT maupun di mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam menegaskan bahwa bekerja merupakan sebuah kewajiban yang setingkat dengan Ibadah. Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah. Lantaran manusia yang mau bekerja dan berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, akan dengan sendirinya hidup tentram dan damai dalam masyarakat . Sedangkan dalam pandangan Allah SWT, seorang pekerja keras (di jalan yang diridhai Allah tentu lebih utama ketimbang orang yang hanya melakukan ibadah (berdo’a saja misalnya), tanpa mau bekerja dan berusaha, sehingga hidupnya melarat penuh kemiskinan.
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah SAW amat prihatin terhadap para pemalas. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Dawud dikisahkan, bahwa pada suatu hari beliau menjumpai seorang sahabat sedang duduk bersimpuh di dalam masjid, ketika semua orang sedang giat bekerja. Maka Beliaupun bertanya: ”Mengapa engkau berada dalam masjid di luar waktu shalat, wahai Abu Umamah?” Abu Umamah menjawab: ”Saya bersedih lantaran banyak hutang, wahai Rasulullah”. Lantas beliau bersabda: ”Mari Aku tunjukkan kepadamu beberapa kalimat, dan jika engkau membacanya, Allah akan menghapus kesedihanmu dan menjadikan hutangmu terbayar. Bacalah pada waktu pagi dan sore.”
Do’a tersebut, yang artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain”. (HR. Bukhari)
Selang beberapa waktu, ketika Rasulullah bertemu kembali dengan Abu Umamah, ternyata ia sudah menjadi orang yang periang dan tidak nampak lagi bersedih hati, sementara hutangnyapun sudah dilunasinya.
Lunasnya hutang Abu Umamah itu, secara logika tentunya berkat kerja keras yang dilakukan oleh Abu Umamah itu sendiri, lantaran rasa malas, lemah, jengkel dan sedih yang selama ini melingkupi dirinya telah terusir digantikan oleh semangat dan daya juang yang keras untuk bekerja dan berusaha dalam rangka melunasi seluruh hutang-hutangnya. Jadi mustahil harta atau uang pembayar hutang itu datang dengan sendirinya, jika yang bersangkutan tetap berpangkutangan. "wallahu a'lam bisshowab"

"JIKA MANUSIA TIDUR, BABI HUTAN PUN TIDUR
BILA MANUSIA MAKAN, MONYET PUN MAKAN
BABI HUTAN TIDUR, KARENA MEMUASKAN NAFSUNYA
MONYET MAKAN, KARENA MEMUASKAN PERUTNYA"
"sebaik2 manusia adalah orang yang mempunyai manfaat bagi orang lain"


Semarang, 13 November 2011






Categories:

Leave a Reply

sponsor

    Blogger news

    Blogroll

    About